Era
Penjajahan
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda telah
terdapat suatu proyek, yaitu Medisch Hygiene Propaganda (MPH). Pada tahun 1933
MPH ditingkatkan menjadi Regentschaps Gezondheid Dienst (RGD) yang usahanya
dititik beratkan kepada pemberantasan cacing tambang (hook-worm) di bawah
pimpinan dokter R. Soemedi, proyek tersebut mendapat bantuan dari Rockoveller
foundation dengan Professor Hedrick sebagai menegernya. Aktivitasnya diperluas
dan ditambah dengan Bodem en water verontriniging, yaitu perbaikan air minum
dengan jalan mengadakan proses pendidikan secara kunjungan rumah. Semula daerah
kerjanya hanya mengambil satu kecamatan (Patikraja), kemudian diperluas meliputi
satu kabupaten. Adapun tenaga-tenaganya terdiri dari kontrolir kesehatan, mantri
hygiene, bidan tenaga statistik, tenaga laboratorium dan staf kantor, kesemuanya
di bawah pimpinan dokter R. Soemedi. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
para petugas menggunakan alat-alat peraga, misalnya gambar, film,
dll.
Setelah mengalami kemajuan Bodem en water
verontriniging, ditingkatkan lebih lanjut dan dibentuklah Health Control di
kecamatan yang sekarang ternyata menjelma menjadi BKIA/Puskesmas. Pada tahun
1933 dipandang perlu untuk mengadakan pencatatan statistik lahir - mati dan
dengan demikian lahirlah bewijs sistem. Disamping itu khusus mengenai kesehatan
kota dibentuklah suatu bagian yang mengurus soal-soal hygiene perusahaan.
Setelah melihat demikian perkembangannya, maka banyaklah tenaga-tenaga dokter di
seluruh Indonesia yang meninjau Purwokerto. Oleh karena itu akhirnya RGD yang
berkedudukan di Purwokerto tersebut ditingkatkan menjadi Demonstratie
Regentschaps Gezondheid Dienst (DRGD) dan tetap mendapat bantuan dari
Rockopeller foundation. Setelah menjadi DRGD banyak tenaga-tenaga kesehatan dari
seluruh Indonesia dikirimkan ke Purwokerto untuk mendapatkan pendidikan dan
latihan.
Sekitar tahun 1936 pimpinan memandang perlu
untuk mendirikan sekolah khusus yang mendidik tenaga-tenaga dalam lapangan
hygiene, maka didirikanlah Sekolah Mantri Hygiene atau Hygiene Mantri School
(HMS) bertempat di Purwokerto.
DRGD tumbuh makin subur, tenaganya bertambah
karena adanya HMS tersebut. Untuk menambah pengetahuan dan pengalamannya, maka
sekitar tahun 1937 dokter R. Soemedi dikirim ke Manila. Kemudian pimpinan
diserahkan kepada dokter RM. Soehardjo, terjadi suatu peristiwa yang sangat
penting, yaitu dicabutnya bantuan dari Rockopeller foundation dan seluruhnya
akan dibebankan kepada Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu, tetapi agaknya
Pemerintah Hindia Belanda setengah menolak berhubung keadaan ekonomi keuangan
pemerintah sangat goncang dalam menghadapi perang Jepang melawan Sekutu. Dengan
melalui berbagai usaha dan setelah mendapat kepastian betapa pentingnya DRGD
tetap diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda dan mendapat biaya
penuh.
Setelah melawat ke luar negeri dokter R. Soemedi
memandang perlu untuk mengadakan beberapa perombakan dan penambahan diantaranya
pemberantasan penyakit rakyat, misalnya framboesia, malaria dan penyakit
paru-paru, sekalipun kesemuanya itu masih dalam taraf pendidikan, artinya belum
menjurus ke arah operasionil seperti sekarang ini. Kantor dan sekolahnya
kemudian dipindahkan ke kota Banyumas supaya mendapat tempat yang lebih luas,
yakni di bekas Kantor Karesidenan Banyumas yang waktu itu telah kosong, karena
Kantor Karesidenan Banyumas dipindahkan ke kota Purwokerto dan waktu itu DRGD
dirubah menjadi Demonstratie on Opleiding Centrum Landeklijk Hygiene
(DOLH).
Pada tahun 1942 keadaan politik Hindia Belanda
berubah karena agresi Jepang, dan waktu itu petugas-petugas DOLH mendapat
latihan dan pendidikan Hulp verpleeger dari Rumah Sakit Banyumas di bawah
pimpinan dokter Murad. Setelah dianggap cukup semua petugas dikenakan Burger
Dienst Pliecht dan dikirim ke Noot Hospital Cilacap dalam menghadapi perang
Jepang. Setelah Pemerintah Hindia Belanda kalah dan Pemerintah Jepang yang
berkuasa, maka semua petugas berkumpul kembali untuk melaksanakan tugas-tugasnya
biasa di bawah pimpinan dokter R.M. Goembrek dari Banyumas. Pada waktu
Pemerintah Jepang, seorang dokter Karesidenan, yaitu Fiji Motto yang
berkedudukan di Purwokerto berpendapat bahwa DOLH tersebut merupakan suatu dinas
atau proyek yang sangat penting dalam hal usaha perbaikan kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu tanpa melalui perundingan, tenaga-tenaga hygiene disebarkan ke
seluruh Jawa dan Madura. Adapun yang masih tinggal, ditugaskan untuk mendidik
dan mengajar pada Sekolah Mantri Kesehatan (SMK), penjelmaan dari HMS tersebut
di atas. Pada waktu dokter R.M. Goembrek memegang pimpinan, nama proyek dirubah
menjadi Pusat Percontohan dan Pendidikan Kesehatan Rakyat
(PPPK).
Pada zaman Republik Indonesia (1945) Dinas PPPK
tetap berdiri di bawah pimpinan dokter Warsono sampai tahun 1947. Ketika terjadi
clash pertama pindahlah ke Banyumas dokter R. Mochtar dan dokter R. Angka
Prodjosoedirdjo. Kemudian pimpinan dipegang oleh dokter R. Mochtar dan
aktivitasnya tambah dengan menggiatkan usaha-usaha hygiene lingkungan seperti
water supply serta latrines. Satu hal yang sangat penting yang terjadi ketika
itu dibentuknya Juru Hygiene Desa di tiap-tiap desa dalam wilayah Kabupaten
Banyumas, Juru Hygiene Desa tersebut mendapat nafkah dari desa biasanya berupa
bengkok (sawah).
Pada clash ke II terpaksa dokter R. Mochtar
mengungsi ke Magelang dan mendirikan Dinas UH / PKR di sana dengan beberapa
tenaga Hygiene Mantri dari Banyumas dan dibantu oleh dokter M. Soetjipto.
Agaknya UH / PKR yang dibentuk oleh dokter R. Mochtar inilah yang sekarang
menjelma menjadi Percontohan / Latihan Pendidikan Kesehatan Masyarakat di
Salaman Magelang. Adapun tenaga-tenaga yang ditinggalkan di Banyumas sambil
melawan serdadu Kolonial Belanda terus melaksanakan tugasnya, hanya keadaannya
terpecah belah. Di Kota Purwokerto di bawah pimpinan dokter Soerono sebagai
dokter karesidenan, sedangkan di kota Banyumas dipimpin oleh dokter H.M. Arifin
yang pada waktu itu merupakan dokter Rumah Sakit Umum Banyumas.
Pada tahun 1950 keadaannya
dapat diutuhkan kembali, nama PPPK dirubah menjadi Percontohan Usaha Hygiene dan
Pendidikan Kesehatan Rakyat (PUH / PKR) Kabupaten Banyumas berkedudukan di
Purwokerto dan dipimpin oleh dokter Sardjono sebagai dokter
karesidenan.
Sekitar tahun 1955 pimpinan diganti oleh dokter
R. Angka Prodjosoedirdjo, yang juga merangkap sebagai dokter karesidenan. Nama
dinas kemudian dirubah menjadi Percontohan Usaha Hygiene dan Pendidikan
Kesehatan kepada Rakyat Kabupaten Banyumas. Setelah dokter R. Angka
Prodjosoedirdjo pensiun pimpinan dipegang oleh dokter R. Brotosena, karena tugas
keluar negeri, maka pimpinan diserahkan kepada dokter R.M. Soemalyo sebagai
dokter karesidenan.
Setelah tahun 1955 gagasan akan diserahkannya
PUH / PKR kepada Pemerintah daerah Kabupaten Banyumas makin hangat, sejalan
dengan ini pimpinan diserahkan kepada dokter kabupaten, yaitu dokter Liem Ing
Dien. Selanjutnya karena kesibukannya pimpinan diserahkan kepada dokter Imam
Makrifat Dwidjosoemarno, saat itu beliau sebagai kepala Bagian KIA pada DKR
Kabupaten Banyumas. Kemudian PUH/PKR diambil alih Pemda Kabupaten Banyumas dan
dimasukkan dalam organ Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas (dipungut dari tulisan
S. Purwanto, M.Sc, dkk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar